Beberapa Kebiasaan Keamanan Yang Sehat untuk para WiFi-ers

Fasilitas hotspot WiFi publik dapat menjadi satu hal yang tepat bagi wisatawan untuk membuka e-mail mereka, tapi WiFi juga dapat menjadi resiko keamanan. Anda tidak akan pernah tahu siapa yang mungkin mengintai pada pertukaran data anda, dan bagaimana seorang hacker dapat menggunakan informasi tersebut terbatas hanya oleh imajinasinya. Untungnya, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi risiko itu.

Saat Daniel Carter login ke komputer yang dipakai bersama-sama di hotel di Roma untuk memeriksa e-mail, dia tidak punya ide dia dalam pengelihatan hacker. Setelah melalui perjalanan itu, ia menemukan seseorang telah meng-hack akun e-mailnya dan mengirim pesan ke ratusan kontaknya untuk meminta uang.

"Maaf saya tidak mendapatkan informasi singkat tentang perjalanan ke london ... Saya telah diserang di jalan ke hotel oleh beberapa penjahat dan mereka mengambil segala harta milik saya," e-mailku mengatakan, berakhir dengan dalih untuk uang "agar bisa menyelesaikan tagihan hotel saya dan terbang kembali rumah" dan perjanjian pembayaran kembali.

Sebagian besar dari kontak Carter yang diakui scam dari miskinnya tata bahasa dan penggunaan huruf besar. Sayangnya, satu teman lama kena, dan mengirimkan beberapa US $ 2.000 kepada penipu. Carter akhirnya mendapat kembali kontrol dar dan dibersihkan the mess. Tapi uang yang dikirim teman itu telah hilang.

"Ini adalah panggilan bangun yang besar. Saya pikir, "Siapa yang meng-hack saya, saya tidak penting atau berarti besar," kata Carter, seorang pencipta lagu dan komposer yang tinggal di Salt Lake City. Tetapi, karena ia ditemukan, seorang hacker dapat membuat keuntungan cepat yang luar biasa.
WiFi yang Jahat

Apa yang terjadi pada Carter adalah fenomena yang relatif langka. Namun, wisatawan yang khususnya rentan terhadap hacker karena mereka sering menggunakan komputer dan jaringan WiFi di lobbi hotel, kafe dan bandara.

"Jika Anda menggunakan jaringan WiFi publik, Anda akan sangat rentan," kata konsultan keamanan komputer Kevin Mitnick.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk melindungi diri anda sendiri.

-Buat sandi yang kuat. Carter mengatakan e-mailnya yang mudah untuk hack karena sandinya lemah.



Anda mungkin juga berdedikasi membuat akun e-mail untuk digunakan di jalan, dengan sandi yang berbeda dari sandi yang anda gunakan untuk bank dan informasi kartu kredit. Kontak Anda harus tahu Anda akan menggunakan account itu pada saat liburan. Anda dapat tetap berkomunikasi, tetapi jika seseorang hack ke account Anda, mereka hanya mendapatkan gambar liburan anda.

-Jangan Beri Mereka Pelajaran Sejarah


Jika menggunakan komputer bersama, cobalah untuk menutupi trafik web anda. Lebih lanjut tentang browser Apple Safari, di bawah menu Safari, beralih "Private Browsing". Pada Microsoft, bila Anda log off, klik "Tools" dan "Delete Browsing History" untuk menghapus jejak Anda dan password situs Web yang telah dikunjungi.

Namun, para ahli mengatakan menghapus history memberikan perlindungan lemah terbaik. komputer umum, bahkan yang sulit-kabel yang bertentangan satu sama dengan jaringan nirkabel, dapat keyloggers berlabuh atau malware lainnya yang ambil password dan informasi lainnya. Itulah mengapa Mitnick mengatakan ia hanya akan digunakan komputer umum untuk memeriksa e-mail sebagai jalan terakhir - dan kemudian ia akan segera mengubah semua password ketika ia mendapat ke komputer yang aman.

Fasilitas hotspot nirkabel juga dapat berbahaya - dengan hacker pemantauan komunikasi dari laptop atau perangkat elektronik lainnya. Kabel jaringan hotel juga dapat berbahaya, karena seorang hacker dapat berada di kamar sebelah dan mengakses komputer Anda melalui jaringan.

"Pencarian jaringan nirkabel ini sangat mudah dilakukan - semua remaja di SMP dapat melakukannya." Mitnick mengatakan dari strategi Download Free Ebook - The Edge of Success: 9 Bangunan Blok untuk melipatgandakan Penjualan Anda bahwa jumlah seseorang yang ikut mendengar rahasia-rahasia orang pada komputer dalam sebuah jaringan umum, kafe atau bandara. Kerentanan seperti itu dapat menghasilkan penganiaya dengan serangan yang dikenal sebagai "Paket Sniffing," "Man in the Middle" dan serangan "MAC spoofing."

Itu tidak berarti setiap hotspot berbahaya. Namun, bila Anda menggunakan laptop di tempat umum, tentu saja Anda ingin meng-program keamanan, kata Dave Marcus, dari McAfee Lagi tentang Keamanan McAfee Direktur Riset dan Komunikasi.

-Melalui Tunneling


Marcus mengatakan, Anda juga harus menonaktifkan file sharing pada laptop. Ada juga ide yang baik untuk menonaktifkan Bluetooth, printer sharing, dan menonaktifkan koneksi jaringan khusus. Setiap operasi Windows dan Mac memiliki sistem yang sedikit berbeda untuk melakukan prosedur ini.

Banyak ahli mengatakan Anda tidak perlu mengirimkan data sensitif jika berada di area hotspot. Hal ini disebabkan karena banyak e-mail dan layanan sambungan browser dasarnya menyiarkan jelas, dalam arti seseorang dapat mendengarkan secara diam-diam pada informasi yang dikirim dari dan ke komputer Anda. Jika anda ingin berhati-hati, yang berarti menghindari perbankan, pusat perbelanjaan dan memeriksa rekening kartu kredit. Meskipun situs-situs tersebut biasanya mengenkripsi data Anda, ada beberapa "workarounds" yang ditentukan hacker dapat digunakan. Bahkan sandi nampaknya jasa yang tidak merugikan dapat berpotensi menyebabkan lebih sensitif data pribadi.

Jika Anda ingin memperbesar keamanan komputer Anda, mempertimbangkan VPN atau Virtual Private Network.

"Cara terbaik untuk melindungi diri sendiri adalah VPN," ujar Mitnick. "Ada sebuah terowongan, di mana semua komunikasi dienkripsi. Penyerang pasif tidak dapat ditahan. "

Bill Bullock, pendiri dari layanan VPN WiTopia, panggilan seperti jaringan "berikutnya senjata di arsenal" setelah firewall dan perangkat lunak antivirus. Perusahaannya menawarkan rencana mulai dari $ 39,99 per tahun, tetapi terdapat banyak kompetitor. Jika anda tahu komputer, anda bahkan dapat membuat sendiri VPN, dari jalan yang menghubungkan ke komputer aman anda di rumah dan mengakses internet melalui itu. Mereka juga dapat bekerja dengan iPhones dan perangkat data pribadi lainnya.

Namun, Kelly Davis-Felner dari WiFi Alliance, kelompok yang mendorong pertumbuhan jaringan WiFi, mengatakan VPN mungkin "membunuh besar-besaran" untuk wisatawan yang hanya memeriksa berita terbaru olahraga atau e-mail dari Mom kafe di Champs-Elysees.

"Statistik itu memungkinan bahwa Anda akan mendapatkan peng-hacking-an dalam area hotspot," dia mengakui, menasehati terhadap perbankan, perdagangan saham atau melakukan bisnis yang berhubungan dengan bekerja di sebuah jaringan tanpa VPN.

Namun, ia menambahkan: "Anda akan mengambil resiko lebih besar menyampaikan kartu kredit Anda ke pelayan daripada duduk di sebuah bandara mengirim e-mail."

Selengkapnya...

SIHIR POTTER, BUDAYA POPULER, DAN "POTTER WAR" bagian 4

Sejumlah penggemar Harry Potter tak setuju kalau Harry Potter difilmkan, atau diproduksi hingga ke produk gelas atau buku tulis. Intinya, tak semua penggemar Harry Potter setuju akan komersialisasi. Lalu bagaimana dengan kreator aslinya? Apakah J.K. Rowling dalam hal ini sudah memikirkan untung ruginya mengomersialkan berbagai produk Harry Potter tadi?

Kalaupun Rowling berpikiran komersial, tak apa, tetapi jangan sama ratakan semua kreator kebudayaan populer berpikiran seperti itu. Kreator komik Calvin and Hobbes, Bill Watterson, misalnya, merasa sudah cukup puas kalau komik strip-nya dipajang di berbagai koran, dan kemudian dibukukan. Ia tak pernah mengizinkan ada orang yang mau menjadikan tokoh Calvin and Hobbes dalam rupa produk komersial lainnya, seumpama t-shirt, padahal di Singapura, t-shirt yang mengambil sekuel dari komik Calvin and Hobbes sangatlah digemari remaja sana, dan diproduksi massal juga.

Jadi, apa masalahnya di sini? Perusahaan media global sering kali sangat rakus untuk bisa menguasai berbagai produk utama dan turunan dari produk yang laku pada satu saat. Inilah potret lain dari globalisasi, di mana makin lama perusahaan film Amerika sangat mengandalkan penjualan film mereka ke luar Amerika sebagai pemasukan utama dari film-film lain, tentunya bersama dengan produk komersial lainnya. Dan perusahaan media inilah yang paling getol mempromosikan tentang IPR di atas, karena inilah produk Amerika yang paling besar memberikan pemasukan bagi negaranya - jauh lebih besar dari yang diberikan oleh industri pesawat terbang, mobil, kimia, dan juga senjata. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan media ini sangat senang untuk melakukan tuntut-menuntut, jika ada orang yang dianggap menyalahgunakan nama produk mereka tersebut.

Ada contoh laindi luar "Potter War" tadi. Penerbit Verso di Inggris sampai harus mengganti sampul buku Andrew Blake, yang menulis secara ilmiah, buku berjudul The Irresistible Rise of Harry Potter. Ini gara-gara buku itu bersampul ungu dengan simbol bintang, yang dianggap oleh pengacara Rowling bisa menyesatkan pembaca karena akan menganggap buku itu direstui oleh Rowling.

Bukan mustahil pula bila pemilik izin resmi Harry Potter di Indonesia pun melakukan perburuan terhadap mereka-mereka yang dianggap menggunakan brand Harry Potter tanpa "izin resmi" dari pengelolanya. Sayang, ini berita yang jarang terdengar di media massa sini.

Mudah-mudahan kisah tentang Harry Potter sebagai salah satu produk budaya populer yang tidak jatuh menjadi semacam Dementor - suatu makhluk pengisap kebahagiaan, harapan, dan segala energi positif dari diri seorang manusia. Karena perangkap ke arah sana, sangat mudah terbuat, dan menjadikan banyak orang akan terjerat di dalamnya.

Harry Potter adalah sebentuk kreasi orisinil seorang kreator seperti J.K. Rowling, yang kemudian dijadikan milik komersial dari perusahaan media global, dan dijual ke berbagai penjuru dunia. Para konsumen, para muggle, juga harus hati-hati dan waspada, sebab bagaimanapun juga kegemaran kita akan tokoh yang satu ini bisa berbalik menjadi suatu yang menyebalkan ketika tokoh kita terus-menerus dikomersialkan, dan menjadikan para konsumen tak lebih dari suatu pasar yang terus-menerus diisap oleh produsen dan distributornya.

Apakah Anda tahu mana mantra untuk melawan kekuatan yang sedemikan besar ini? Mari kita ciptakan masing-masing. Adiose Amigones ...


Selengkapnya...

SIHIR POTTER, BUDAYA POPULER, DAN "POTTER WAR" bagian 3

Mudah-mudahan para penggemar Harry Potter juga masih ingat kisah tentang "Potter War" yang pernah terjadi pada tahun 2000-2001 lalu. Kisahnya begini: ketika Harry Potter sukses di berbagai belahan dunia, sejumlah penggemarnya menghimpun diri dan membuat sebuah website khusus sebagai dedikasi mereka terhadap tokoh idolanya. Banyak orang pun tahu bahwa pada tahun 2000, perusahaan film besar, Warner Bros, telah membeli hak produksi atas film Harry Potter ini. Dan sebagaimana resep perusahaan film global, yang merupakan bagian dari perusahaan media terbesar di dunia, American On Line (AOL) Time Warner - mereka membuat website tersendiri, mengadakan promo beberapa bulan sebelum film sesungguhnya diluncurkan, dsb.

Dalam soal website inilah, kemudian terjadi pertarungan sengit antara pihak Warner Bros dengan para penggemar Harry Potter lainnya. Pihak Warner Bros lalu membuat surat ancaman kepada (anak-anak) pengelola situs Harry Potter agar menutup web mereka, karena dianggap akan menimbulkan kebingungan kepada para penggemar Harry Potter dengan adanya lebih dari satu web Harry Potter tersebut. Para penggemar Harry Potter de berbagai belahan dunia tak bisa terima atas perlakuan ini. Mereka marah dan memprotes kebijakan Warner Bros itu. Inilah yang kemudian dikenal sebagai "Potter War".

Inilah yang sesungguhnya terjadi dan menjadi latar terjadinya "Potter War". Proses distribusi Harry Potter mau dimonopoli sedemikian rupa oleh perusahaan sebesar Warner Bros, yang kemudian menaifkan minat besar para penggemarnya untuk melakukan suatu penghormatan dengan cara mereka sendiri. Intinya adalah soal monopoli tadi. Inilah yang jadi biang masalah dalam industri budaya populer dewasa ini. Ini nanti lekat kaitannya dengan content yang disebut sebagai copyright dan trade mark - hal-hal yang secara luas di sebut sebagai masalah Intellectual Property Rights (IPR), atau kita di Indonesia menyebutnya sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Soal HAKI ini kisahnya bisa lebih seru dari kisah Harry Potter itu sendiri. Ada kecendrungan umum saat ini di mana perusahaan media besar mau memonopoli produksi kebudayaan populer yang ada, dan membuat para penggemarnya harus membayar mahal atas apresiasi yang hendak mereka tunjukkan kepada "sang tokoh" tadi. Sebagaimana, layaknya suatu jualan yang laku, maka Harry Potter - atau produk tokoh animasi apa pun dari perusahaan Warner Bros, Disney, atau Dream Works, mulai dari Shrek, Mulan, Tarzan, Lion King, dll - pun dibuat benda-benda retail lain yang resmi. Ada baju, t-shirt, topi, buku tulis, gelas, dll. Semua itu dijual di toko resmi, dan soal harga, hemh... mau dibilang mahal, atau murah, itu serba relatif. Tetapi, di luar toko resmi, juga banyak kita temui kaus Harry Potter, atau topi sihir lain yang "tidak resmi". Harganya lebih murah, dan kadang-kadang diproduksi massal juga.

Tarik-menarik antara penggemar Harry Potter dan perusahaan media global jelas terlihat di sini. Lalu pertanyaannya, untuk tujuan apa si perusahaan hendak mendominasi atau memonopoli produksi dan pemasaran seluruh produk mereka tersebut? Apakah semata demi penjualan barang yang diharapkan semakin laris manis sehingga mampu mendatangkan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan? Lalu apakah dengan jalan komersialisasi atau komodifikasi seperti itu, para penggemar Harry Potter setuju? Ternyata, sejumlah penggemar Harry Potter malah tak setuju kalau Harry Potter difilmkan, atau diproduksi hingga ke produk gelas atau buku tulis. Intinya, tak semua penggemar Harry Potter setuju akan komersialisasi - inilah proses yang oleh Stuart Hall disebut sebagai encoding dan decoding. Lalu bagaimana dengan kreator aslinya? Apakah J.K. Rowling dalam hal ini sudah memikirkan untung ruginya mengomersialkan berbagai produk Harry Potter tadi?(By:I.Haryanto/ASmAP)

Selengkapnya...

SIHIR POTTER, BUDAYA POPULER, DAN "POTTER WAR" Bagian 2

Pada bagian I telah dijelaskan bagaimana Harry Potter menjadi ikon dunia yang akan dikenang terus dalam sejarah kebudayaan populer dunia, baik sebagai produk novel maupun film yang mencatat prestasi fantastik. Istilah budaya populer merujuk pada suatu produk ataupun fenomena yang disukai oleh orang banyak. Kira-kira itu rumusan mudahnya. Ketika istilah ini muncul pertama kali di inggris pada dekade 1960-an, sebetulnya ia merujuk pada suatu perlawanan dari masyarakat kelas bawah terhadap kebudayaan masyarakat kelas atas yang dikonsumsi secara terbatas, seperti balet, opera, musik klasik, dan pertunjukan lain yang mengharuskan adanya suatu adat, sopan santun tertentu, dan cara penginsumsian yang sudah diatur sebelumnya.


Sebaliknya, warga kelas pekerja kebanyakan tak doyang nonton balet, atau opera, tetapi mereka memilih sesuatu yang lebih tak perlu aturan, misalnya, mendengarkan lagu-lagu Beatles, Rolling Stones, The Clash, Sex Pistols, ataupun membuat grafiti di dinding, berpakaian punk, dan lain-lain. Bagi mereka, semua itu merupakan ekspresi kebudayaan dan cara mengonsumsi budaya, yang sama sahnya dengan menonton balet atau opera tadi. Sampai di sini, tak ada yang bisa kita sebut sebagai "kebudayaan tinggi" (high art) ataupun "kebudayaan rendah" (low art).
Di saat zaman posmodemisme muncul, atau ketika pemikiran cultural studies berkembang, maka bauran-bauran tadi muncul. Royal Pilharmonic Orchestra, misalnya, memainkan lagu-lagu Metallica, lalu grup penyanyi Gregorian memainkan lagu milik REM, Dire Straits, Eric Clapton, dan lain-lain. Dalam bahasa salah satu tokoh penting dalam cultural studies, Stuart hall, kebudayaan populer adalah arena kesadaran dan perlawanan. Atau dalam bahasa Raymond Williams, salah satu tokoh awal British Cultural Studies, kebudayaan adalah "suatu jalan hidup tertentu yang dianut apakah itu oleh seseorang atau sekelompok orang, atau di suatu masa tertentu".

Dalam arti ini, Harry Potter sebagai budaya populer tak hanya dilihat dari bagaimana respons audiens (publik) terhadap produk ini, tetapi juga dari sisi-isinya, di mana tokoh yang digambarkan di sini adalah tokoh anak yang bisa dikatakan berasal dari kelas masyarakat bawah (tak punya orangtua, disia-siakan oleh paman dan bibinya), namun ia memiliki "takdir" sebagai seorang yang nantinya menjadi penyihir penting. Dalam arti ini, ia tengah menaiki tangga kelas sosialnya. Dan si penulisnya yang terpuruk secara ekonomi, menjadikan Harry Potter ini sebagai salah satu alasan utama untuk membuatnya bertahan hidup. Di sini letak perlawanannya.(By:I.Haryanto/ASmAP)

Selengkapnya...